Begitu
banyak professor dan dokter ahli onkologi di negara kita, begitu beraneka ragam
obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan farmasi, begitu kaya tanaman obat
yang tumbuh di Indonesia, begitu banyak pakar pengobatan tradisional, begitu
banyak buku dan literatur tentang kanker dan begitu banyak uang yang sudah
dikeluarkan, tetapi masih banyak pasien yang belum memahami kanker. Akibatnya, banyak
pasien yang menemui kegagalan secara tragis. Mengapa demikian? kami menganggap
bahwa kegagalan itu dibuat oleh dirinya sendiri. Sebagai contoh, seorang
penderita kanker yang baru saja menjalani operasi biasanya cepat merasa puas
karena keberhasilan operasinya itu. Mereka menganggap dirinya sudah bebas dari
kanker. Tetapi apa yang terjadi setelah beberapa bulan atau tahun berikutnya?
kanker tumbuh lagi! dan dia harus menghadapi langkah medis berikutnya,
kemoterapi maupun radioterapi yang merupakan momok sangat menakutkan bagi
setiap orang yang divonis kanker.
Dengan
kondisi yang semakin menurun, persediaan uang yang menipis dan dokterpun sudah
angkat tangan, akhirnya pasien itu putus asa dan pasrah, untuk kemudian mencari
pengobatan alternatif. Mengapa tidak jauh hari sebelumnya ketika baru saja
terdiagnosa kanker? dan mengapa harus tergesa-gesa menentukan langkah?
Terkadang dengan sikap yang terburu-buru, otoriter atau bermental mie instan
atau dalam istilah Cina disebut kia su
, terlalu sering ber-argumentasi tentang langkah yang harus ditempuh dan
suasana di dalam lingkungan keluarga yang tidak mendukung sangat mempengaruhi
kegagalan penderita kanker itu sendiri. Penderita kanker merasa kesepian dan
dibiarkan untuk bertempur sendirian.
0 komentar:
Posting Komentar